Sabtu, 09 November 2013

Kekerasan pada anak


Tema:Individu, Keluarga dan Masyarakat

            Jiwa yang sehat tentunya dibangun dari rumah yang sehat dan itu bisa diwujudkan dengan mencegah tindak kekerasan pada anak yang biasanya dipicu oleh stres orangtua. Perlu diketahui bahwa orangtua sering kali tidak bisa membedakan bertindak tegas dan bertindak kasar. Sebagian besar dari mereka pun masih percaya kalau kenakalan anak dapat diselesaikan dengan tindak kekerasan fisik, seperti membentak, memukul, mencubit, dan tindakan lainnya yang merugikan anak.
            Kekerasan pada anak terdiri dari beberapa jenis, yakni fisik, psikis, dan seksual. Parahnya, kekerasan tersebut tidak lagi hanya dilakukan oleh ibu atau ayah tiri, seperti yang banyak digambarkan selama ini, namun orangtua kandung pun sering melakukannya.
            Kekerasan dalam bentuk apa pun yang dialami anak tentu membawa dampak. Selain stres dan depresi, kekerasan yang dialami juga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara psikis maupun fisik. Dampak yang dialami anak berbeda-beda, tergantung dari jenis kekerasan yang mereka alami dan cara mereka menerima tindak kekerasan tersebut.
 Terdapat beberapa faktor penyebab kekerasan pada anak. Salah-satu penyebab kekerasan terhadap anak adalah karena pengaruh keluarga, pengaruh ekonomi, maupun karena pengaruh genetika. Menurut Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak (child abuse) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:
1. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi. Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada anak-anaknya.
Sementara itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orangtua yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan kekerasan mungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi, sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya.
2. Stres Sosial (social stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan.
Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.
3. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.
4. Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.

Cara Mengatasi Kekerasan Pada anak
UNTUK ANAK
1. Mulailah berani mengatakan tidak suka menjadi korban kekerasan
2. Hilangkan pikiran bahwa orang tua berhak menghukum anak karena alasan disiplin
3. Kalaupun melakukan kesalahan, hukuman tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik, namun justru akan menimbulkan dendam pada penghukum, sehingga katakan bahwa tanpa hukumanpun anda sudah tahu kesalahan diri.
4. Bicarakanlah kekerasan yang dialami anak dengan orang dewasa lain yang dianggap anak mampu membantu keluar dari permasalahan tersebut.

UNTUK ORANGTUA
1. Evaluasi diri mengenai pandangan kita tentang anak, apakah sudah tepat dan apakah kita sudah memberikan yang terbaik untuk anak kita.
2. Diskusi dan berbagi, dengan orang lain untuk mengetahui seberapa baik dan tepat perlakuan dan pandangan kita pada anak.
3. Perbanyak pengetahuan, pengetahuan yang tepat dapat dilakukan dan dipertanggungjawabkan sehingga kita mampu meletakkan pandangan kita mengenai anak secara lebih tepat sehingga kita tidak akan terkungkung oleh pandangan yang belum tentu benar.
4. Peka terhadap anak. Kepekaan terhadap anak akan membuat kita bersegara melakukan tindakan apabila kita mendapati anak menjadi korban kekerasan baik oleh anggota keluarga sendiri atau orang lain.
5. Hubungi lembaga yang berkompeten. Sekarang banyak lembaga yang bergerak dibidang hukum, perlindungan anak dan aparat pemerintah atau penegak hukum yang bisa membantu menghadapi kekerasan pada anak.
            Anak adalah anugerah.  Sementara itu tak dipungkiri dalam membesarkan anak hari demi harinya, orang tua  bisa mengalami stress yang luar biasa.  Mulai dari suara tangis tengah malam, rewel, merengek, persoalan makan, toilet training, temper tantrum, pekerjaan rumah yang harus dibereskan serta kekacauan rumah yang tak pernah ada habisnya.  Belum lagi masalah external, relationship dan tekanan ekonomi, seringkali membuat hubungan orang tua dan anak berubah menjadi ledakan besar.  Kekerasan terhadap anak pun seringkali tak bisa dihindari.
            Komnas Perlindungan Anak mencatat 61,4% pelaku kekerasan adalah orang tuanya sendiri.  Bahkan tak jarang orang tua tega melakukan penganiayaan terhadap anaknya yang di luar akal sehat manusia.  Kondisi yang memprihatinkan ini bisa terjadi di sekitar kita.  Kita semua harus bertindak, kita juga turut bertanggung jawab untuk mewujudkan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak, yang dimulai dari keluarga.

DAFTAR PUSTAKA :





3 komentar:

  1. menurut saya faktor utama untuk mencegah kekerasan itu adalah dari orang tua individu masing-masing.

    BalasHapus
  2. Artikel yang menarik dan berguna.

    Buruan Gabung Sekarang Juga dan Dapatkan Bonus Hingga Jutaan Rupiah disetiap Harinya Hanya di raja poker

    BalasHapus
  3. Saya punya tetangga. Orang tuanya suka memukul anak perempuannya dan sudah terjadi hampir setiap hari, alasannya saya tidak tau persis tapi yang saya lihat orang tuanya suka memukul anaknya dengan sapu ijuk, agak ngeri liatnya. Tetangga lainnya juga lihat tapi tidak ada yang berani melerai karena orang tuanya sangat keras. Beberapa hari kemudian saya liat ada mantri masuk rumah tetangga saya itu, 2 hari berikutnya saya tanya sama anak perempuan itu, katanya dia tidak mau hidupnya diatur-atur terus sama orang tuanya makanya dia memaki orang tuanya karena itu dia sering dipukul dan sadisnya lagi orang tua anak perempuan itu memaksa anaknya masuk Rumah Sakit Jiwa padahal kalau saya lihat anaknya masih waras, buktinya dia suka bermain sepeda dengan anak tetangga lainnya, hanya karena melawan tindakan orang tuanya yang over protektif malah anak itu dibilang sakit. Sepertinya orang tuanya memanfaatkan kekuasaannya sebagai orang tua untuk menguasai hidup anaknya. Semoga keluarga tersebut dapat mencari solusi yang baik.

    BalasHapus