Tema:Individu, Keluarga dan Masyarakat
Jiwa yang sehat tentunya dibangun dari rumah yang sehat
dan itu bisa diwujudkan dengan mencegah tindak kekerasan pada anak yang
biasanya dipicu oleh stres orangtua. Perlu diketahui bahwa orangtua sering kali
tidak bisa membedakan bertindak tegas dan bertindak kasar. Sebagian besar dari
mereka pun masih percaya kalau kenakalan anak dapat diselesaikan dengan tindak
kekerasan fisik, seperti membentak, memukul, mencubit, dan tindakan lainnya
yang merugikan anak.
Kekerasan pada anak terdiri dari beberapa jenis, yakni
fisik, psikis, dan seksual. Parahnya, kekerasan tersebut tidak lagi hanya
dilakukan oleh ibu atau ayah tiri, seperti yang banyak digambarkan selama ini,
namun orangtua kandung pun sering melakukannya.
Kekerasan
dalam bentuk apa pun yang dialami anak tentu membawa dampak. Selain stres dan
depresi, kekerasan yang dialami juga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
anak, baik secara psikis maupun fisik. Dampak yang dialami anak berbeda-beda,
tergantung dari jenis kekerasan yang mereka alami dan cara mereka menerima
tindak kekerasan tersebut.
Terdapat beberapa faktor penyebab
kekerasan pada anak. Salah-satu penyebab kekerasan terhadap anak adalah karena
pengaruh keluarga, pengaruh ekonomi, maupun karena pengaruh genetika. Menurut
Gelles Richard.J (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak (child
abuse) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:
1. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi
(intergenerational transmission of violance)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan
ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakuakan tindakan kekerasan kepada
anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari
generasi ke generasi. Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak
yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada
anak-anaknya.
Sementara itu, hanya 2 sampai 3
persen dari semua individu menjadi orangtua yang memperlakukan kekerasan kepada
anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan kekerasan mungkin menerima
perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi,
sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang
dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya.
2.
Stres Sosial (social stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial
meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi
sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi
perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata
(a larger than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new
baby), orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death) seorang
anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan
terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan.
Tindakan kekerasan terhadap anak
juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang
dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.
3. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan
kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali
orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan
mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.
4. Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat
untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya,
orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga di mana baik
suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti: di
mana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai
anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak
yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri
sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.
Cara Mengatasi Kekerasan
Pada anak
UNTUK ANAK
1. Mulailah berani mengatakan tidak
suka menjadi korban kekerasan
2. Hilangkan pikiran bahwa orang tua
berhak menghukum anak karena alasan disiplin
3.
Kalaupun melakukan kesalahan, hukuman tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik,
namun justru akan menimbulkan dendam pada penghukum, sehingga katakan bahwa
tanpa hukumanpun anda sudah tahu kesalahan diri.
4. Bicarakanlah
kekerasan yang dialami anak dengan orang dewasa lain yang dianggap anak mampu
membantu keluar dari permasalahan tersebut.
UNTUK
ORANGTUA
1. Evaluasi diri mengenai pandangan
kita tentang anak, apakah sudah tepat dan apakah kita sudah memberikan yang
terbaik untuk anak kita.
2. Diskusi
dan berbagi, dengan orang lain untuk mengetahui seberapa baik dan tepat perlakuan
dan pandangan kita pada anak.
3. Perbanyak
pengetahuan, pengetahuan yang tepat dapat dilakukan dan dipertanggungjawabkan
sehingga kita mampu meletakkan pandangan kita mengenai anak secara lebih tepat
sehingga kita tidak akan terkungkung oleh pandangan yang belum tentu benar.
4. Peka
terhadap anak. Kepekaan terhadap anak akan membuat kita bersegara melakukan
tindakan apabila kita mendapati anak menjadi korban kekerasan baik oleh anggota
keluarga sendiri atau orang lain.
5. Hubungi
lembaga yang berkompeten. Sekarang banyak lembaga yang bergerak dibidang hukum,
perlindungan anak dan aparat pemerintah atau penegak hukum yang bisa membantu
menghadapi kekerasan pada anak.
Anak adalah anugerah.
Sementara itu tak dipungkiri dalam membesarkan anak hari demi harinya, orang
tua bisa mengalami stress yang luar biasa. Mulai dari suara tangis
tengah malam, rewel, merengek, persoalan makan, toilet training, temper
tantrum, pekerjaan rumah yang harus dibereskan serta kekacauan rumah yang
tak pernah ada habisnya. Belum lagi masalah external, relationship dan
tekanan ekonomi, seringkali membuat hubungan orang tua dan anak berubah menjadi
ledakan besar. Kekerasan terhadap anak pun seringkali tak bisa dihindari.
Komnas Perlindungan Anak mencatat
61,4% pelaku kekerasan adalah orang tuanya sendiri. Bahkan tak jarang
orang tua tega melakukan penganiayaan terhadap anaknya yang di luar akal sehat
manusia. Kondisi yang memprihatinkan ini bisa terjadi di sekitar
kita. Kita semua harus bertindak, kita juga turut bertanggung jawab untuk
mewujudkan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak, yang dimulai dari
keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA :
menurut saya faktor utama untuk mencegah kekerasan itu adalah dari orang tua individu masing-masing.
BalasHapusArtikel yang menarik dan berguna.
BalasHapusBuruan Gabung Sekarang Juga dan Dapatkan Bonus Hingga Jutaan Rupiah disetiap Harinya Hanya di raja poker
Saya punya tetangga. Orang tuanya suka memukul anak perempuannya dan sudah terjadi hampir setiap hari, alasannya saya tidak tau persis tapi yang saya lihat orang tuanya suka memukul anaknya dengan sapu ijuk, agak ngeri liatnya. Tetangga lainnya juga lihat tapi tidak ada yang berani melerai karena orang tuanya sangat keras. Beberapa hari kemudian saya liat ada mantri masuk rumah tetangga saya itu, 2 hari berikutnya saya tanya sama anak perempuan itu, katanya dia tidak mau hidupnya diatur-atur terus sama orang tuanya makanya dia memaki orang tuanya karena itu dia sering dipukul dan sadisnya lagi orang tua anak perempuan itu memaksa anaknya masuk Rumah Sakit Jiwa padahal kalau saya lihat anaknya masih waras, buktinya dia suka bermain sepeda dengan anak tetangga lainnya, hanya karena melawan tindakan orang tuanya yang over protektif malah anak itu dibilang sakit. Sepertinya orang tuanya memanfaatkan kekuasaannya sebagai orang tua untuk menguasai hidup anaknya. Semoga keluarga tersebut dapat mencari solusi yang baik.
BalasHapus